“Kasus itu telah disidangkan, dan Ipda Rudy Soik diberikan sanksi berdasarkan pelanggaran kode etik,” kata Ariasandy. Ia menjelaskan bahwa sanksi yang dijatuhkan kepada Rudy Soik mencakup pernyataan perilaku pelanggar sebagai perbuatan tercela, permintaan maaf secara lisan kepada institusi Polri dan pihak yang dirugikan, serta penempatan di tempat khusus selama 14 hari dan mutasi demosi keluar Polda NTT selama tiga tahun.
Rekam Jejak yang Dipertanyakan
Rahayu Saraswati mempertanyakan alasan di balik keputusan tersebut, menegaskan bahwa pemberhentian dengan tidak hormat seharusnya dilakukan hanya untuk pelanggaran berat. “Pelanggaran berat apa yang bersangkutan telah lakukan sehingga layak diberhentikan dengan tidak hormat? Saya mengimbau seharusnya kepolisian, khususnya tim untuk melakukan evaluasi pelanggaran seperti apa sehingga sampai pada pemberhentian,” ujarnya.
Sementara itu, Polda NTT menjelaskan bahwa sanksi tersebut diambil setelah mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk masa pengabdian Rudy Soik selama 19 tahun. Namun, sikap berbelit-belit dalam memberikan keterangan dan pelanggaran disiplin sebelumnya menjadi pertimbangan dalam penjatuhan sanksi.
Penilaian Masyarakat
Keputusan pemberhentian Rudy Soik ini menuai reaksi beragam dari masyarakat. Banyak yang menilai bahwa tindakan tersebut bisa menurunkan semangat anggota kepolisian lainnya yang berkomitmen dalam menjalankan tugasnya. “Keputusan ini tidak hanya berpengaruh pada Rudy, tetapi juga bisa mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian,” ungkap seorang warga Kupang.
Masyarakat berharap agar kepolisian dapat lebih transparan dalam mengambil keputusan dan menghargai anggota yang bekerja keras dalam penegakan hukum. “Kepolisian harus lebih memperhatikan kinerja anggotanya yang telah berjuang melawan praktik-praktik ilegal, bukan justru menghukum mereka,” tambah seorang aktivis hak asasi manusia.