Kehidupan istana Versailles di bawah kepemimpinan Marie Antoinette terkenal dengan kemewahan yang kontras dengan kesulitan ekonomi yang dihadapi rakyat Prancis. Marie Antoinette menjadi target kritik karena gaya hidupnya yang dianggap boros dan tidak peka terhadap penderitaan rakyat. Kontribusinya terhadap krisis finansial yang melanda Prancis dan ketidakmampuannya untuk berhubungan dengan rakyat biasa turut memperburuk citranya.
Peran sebagai Ibu dan Perubahan Sosial
Terlepas dari kontroversi seputar gaya hidupnya, Marie Antoinette merupakan ibu yang sangat mencintai anak-anaknya. Dia melahirkan empat anak: Marie-Thérèse-Charlotte pada tahun 1778, Louis-Joseph pada tahun 1781, Louis-Charles pada tahun 1785, dan Sophie pada tahun 1786. Meskipun protokol kerajaan membatasi keterlibatannya dalam perawatan sehari-hari anak-anaknya, Marie Antoinette tetap menunjukkan kasih sayang dan perhatian yang besar kepada mereka.
Kemewahan dan Penurunan
Marie Antoinette menghadapi puncak kemewahan dan akhirnya mengalami penurunan dramatis selama Revolusi Prancis. Ketika ketidakpuasan rakyat meningkat, Marie Antoinette dan Louis XVI menjadi simbol dari pemerintahan yang korup dan boros. Pada tahun 1793, Marie Antoinette diadili dan dihukum mati di guillotine, menandai akhir tragis dari hidupnya dan masa-masa kerajaan Prancis yang penuh kemewahan.
Relevansi Kontemporer dan Perbandingan dengan Erina Gudono
Sosok Marie Antoinette kembali mengemuka di media sosial melalui perbandingan dengan Erina Gudono, yang dikenal karena gaya hidup mewahnya sebagai menantu Presiden Joko Widodo. Perbandingan ini menggambarkan bagaimana citra Marie Antoinette sebagai simbol kemewahan dan kontroversi tetap relevan bahkan dalam konteks modern. Sementara Erina Gudono menikmati perhatian publik dan media karena kehidupan mewahnya, Marie Antoinette tetap menjadi simbol sejarah dari kemewahan yang memicu kritik tajam dan kontroversi.
Dengan kehidupan Marie Antoinette yang penuh warna dan dramatis, serta hubungan kontemporer dengan tokoh seperti Erina Gudono, perbandingan ini menyoroti bagaimana pola-pola sejarah dapat terus berulang dan menarik perhatian generasi baru melalui lens modern media sosial.