JAKARTA –Ketua Umum JarNas Anti TPPO, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, mengecam keputusan pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH) yang dijatuhkan kepada Ipda Rudy Soik oleh Komisi Kode Etik Polri pada Rabu (10/10/2024). Keputusan ini menuai kontroversi, mengingat rekam jejak Rudy Soik dalam menangani kasus perdagangan orang dan mafia Bahan Bakar Minyak (BBM) di Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Rahayu menegaskan bahwa Rudy Soik adalah seorang polisi yang telah berhasil membuka tabir berbagai kasus yang merugikan masyarakat. Ia berpendapat, alih-alih memberikan sanksi, kepolisian seharusnya memberikan apresiasi kepada anggota yang berdedikasi dalam penegakan hukum. “Ini merupakan kemunduran institusi penegakan hukum. Seharusnya kepolisian memberikan apresiasi atas kerja-kerja anggota polisi seperti saudara Rudy Soik, yang banyak membuka tabir kasus-kasus yang merugikan banyak orang,” ujar Rahayu dalam keterangannya.
Alasan Pemberhentian
Polda NTT mengungkapkan alasan di balik pemberhentian Rudy Soik, menyebutkan bahwa ia terbukti melanggar kode etik setelah ditangkap dalam operasi tangkap tangan. Kabid Humas Polda NTT Kombes Pol Ariasandy menjelaskan bahwa Rudy dan seorang anggota polisi lainnya ditemukan berada di tempat karaoke bersama dua wanita dari Polda NTT saat jam dinas. Meskipun Rudy Soik mengklaim bahwa ia berada di lokasi tersebut untuk melakukan analisis evaluasi (Anev) terkait penyelidikan penyalahgunaan BBM bersubsidi, pengakuan tersebut tidak didukung oleh saksi-saksi lainnya.