Pemilu  

Putusan Mahkamah Konstitusi Akan Mengamputasi Tuntutan yang Tidak Pasti

Dalam ranah hukum, Bawaslu lah yang memiliki kewenangan mengatasi Pelanggaran Administratif Pemilu yang bersifat Terstruktur, Sistematis, dan Masif. Ini sesuai dengan Pasal 460 ayat (1) juncto Pasal 463 ayat (1) UU Pemilu yang memberikan wewenang tersebut. Lebih lanjut, Bawaslu juga memiliki kewenangan untuk merekomendasikan sanksi administratif, seperti pembatalan terhadap Paslon Presiden dan Wakil Presiden oleh KPU berdasarkan rekomendasi dari Bawaslu.

Namun, seringkali terjadi kebingungan terutama saat Bawaslu melaporkan temuan PAP-TSM kepada Mahkamah Konstitusi. Ini sebenarnya diatur dengan jelas dalam Peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun 2022 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administratif Pemilihan Umum. Di sinilah pentingnya memahami alur prosedur dan kewenangan masing-masing lembaga demi menegakkan keadilan secara proporsional.

Khusus untuk Mahkamah Konstitusi, kewenangannya adalah memutus perselisihan hasil pemilihan umum yang memengaruhi penentuan terpilihnya Pasangan Calon. Namun, kewenangan ini bersifat terbatas, yakni hanya terhadap hasil penghitungan suara. Tidak ada ruang bagi Mahkamah Konstitusi untuk menangani pelanggaran administratif seperti PAP-TSM, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 475 ayat (2) UU Pemilu.

Dalam perspektif hukum yang lebih luas, penting untuk tidak membingungkan antara pelanggaran TSM dalam perselisihan Pilkada dengan Pilpres. Keduanya memiliki cakupan dan implikasi yang berbeda, dan mempersamakan keduanya hanya akan menimbulkan ketidakadilan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *