Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, menjelaskan bahwa lembaganya telah mengambil langkah konkret dalam mengusut dan mencegah modus pencucian uang ini. Berdasarkan kewenangannya sesuai Pasal 44 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PPTPPU), PPATK melakukan analisis dan pemeriksaan terhadap laporan serta informasi yang diterima dari berbagai pihak, termasuk Pedagang Fisik Aset Kripto.
Pedagang tersebut memiliki kewajiban untuk melaporkan transaksi kripto yang mencurigakan kepada PPATK. Melalui kerja proaktif ini, PPATK telah berhasil menangani kasus-kasus pencucian uang dengan total transaksi mencurigakan mencapai lebih dari Rp 800 miliar sejak 2022 hingga 2024.
Menurut Ivan, praktik pencucian uang melalui aset kripto ini melibatkan modus penipuan dan penyembunyian kekayaan yang diduga tidak wajar. Aset kripto sering digunakan sebagai sarana untuk menjanjikan imbal hasil besar kepada korban investasi, yang pada akhirnya tidak terwujud. Selain itu, sifat anonimitas dan lintas batas negara dari aset kripto juga menjadi kendala dalam pelacakan dan penegakan hukum.