“Penguasaan formil ada di institusi Adat, namun secara yuridis penguasaan fisik tanah turun temurun ada pada Dewa Putu Pica dan sepupunya,” ucap Wayan Sumardika.
Lebih lanjut, Wayan Sumardika jelaskan secara yuridis apabila ada perbuatan hukum yang terjadi baik itu menyewakan, mengontrakkan, maupun menjualkannya, harus melibatkan kedua pemilik fisik tanah tersebut, bila mana salah satunya melakukan perbuatan hukum tanpa sepengetahuan yang satunya, ini adalah cacat hukum karena sepihak.
“Apabila melakukan perbuatan hukum atas hak tanah yang dimiliki oleh dua orang atau dua nama dalam satu sertifikat hak milik (SHM), secara yuridis harus diketahui oleh kedua pihak, baik itu untuk disewakan, dikontrakan, maupun untuk di jual, kalau tidak demikian halnya, ini jelas jelas cacat hukum karena sepihak,” ujarnya.
Lebih dalam lagi, Ketua Tim Hukum Puskor Hindunesia Provinsi Bali kepada media mengatakan bahwa, selaku penasehat/pendamping hukum terhadap Dewa Putu Pica sekeluarga atas pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Bendesa Adat Desa Adat Pejeng Kawan dan MDA Kecamatan Tampaksiring, kami akan berupaya untuk melakukan Somasi hukum kepada kedua institusi tersebut.