Sebelumnya, KPK telah menetapkan mantan Sestama Basarnas, Max Ruland Boseke, sebagai tersangka dalam kasus ini. Bersama Max, dua tersangka lainnya juga telah ditahan, yaitu Anjar Sulistiyono, yang menjabat sebagai eks Kasubdit Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas, serta William Widarta, Direktur CV Delima Mandiri.
Latar Belakang Kasus
Kasus dugaan korupsi ini bermula dari usulan Rencana Kerja Anggaran Basarnas yang diajukan berdasarkan Rencana Strategis Badan SAR Nasional tahun 2010-2014 pada November 2013. Salah satu usulan dalam rencana tersebut adalah pengadaan truk angkut personel 4 WD dengan anggaran sebesar Rp 47,6 miliar dan rescue carrier vehicle senilai Rp 48,7 miliar.
Setelah Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Basarnas ditetapkan pada Januari 2014, Max, selaku Kuasa Pengguna Anggaran, diduga memberikan daftar calon pemenang lelang kepada Anjar dan Tim Pokja Pengadaan Basarnas. Diduga sebelum lelang dilakukan, sudah ada pemenang yang telah dikondisikan.
Pemenang lelang tersebut adalah PT TAP (Trikarya Abadi Prima), yang diduga dikuasai oleh William Widarta. Anjar kemudian menyusun harga perkiraan sendiri (HPS) untuk pengadaan kendaraan tersebut, dengan menggunakan data harga dan spesifikasi yang disusun oleh anak buah William, padahal HPS seharusnya disusun berdasarkan data harga pasar setempat.
Proses Lelang dan Implikasi Keuangan
Lelang dilakukan pada Februari 2014, diikuti oleh William menggunakan nama PT TAP serta perusahaan pendamping lainnya. Pada Maret 2014, PT TAP diumumkan sebagai pemenang lelang, meskipun terdapat kejanggalan dalam proses tersebut.
Pada Mei 2014, PT TAP menerima pembayaran uang muka pekerjaan pengadaan truk angkut personel 4 WD sebesar Rp 8,5 miliar dan untuk rescue carrier vehicle sebesar Rp 8,7 miliar. Selanjutnya, Max diduga menerima uang sebesar Rp 2,5 miliar yang digunakan untuk kepentingan pribadi.