“Waktu 2020, KPAI menemukan bahwa 30% dari pekerjaan terburuk (BPTA) adalah anak-anak yang bekerja sebagai PRT. Ini menunjukkan betapa mendesaknya perlindungan terhadap PRT,” jelas Veryanto.
Wakil Ketua Komnas Perempuan, Olivia Chadidjah Salampessy, menegaskan kekhawatirannya jika RUU PPRT dikategorikan sebagai RUU non-carry over. Menurutnya, pembahasan RUU tersebut akan harus dimulai dari awal oleh anggota DPR periode 2024-2029, yang bisa berdampak negatif terhadap kemajuan yang telah dicapai.
“Jika RUU PPRT dikategorikan non-carry over, anggota legislatif baru akan harus memulai dari nol untuk memahami dan memperjuangkan pentingnya RUU ini. Proses yang memakan waktu dan perjuangan selama 20 tahun tidak bisa dipandang remeh,” tegas Olivia.
Dia juga mengingatkan tentang kekhawatiran terkait pemberi kerja yang mungkin akan menghadapi masalah hukum pidana jika RUU PPRT disahkan. Olivia menekankan bahwa fokus utama dari RUU PPRT adalah pemberian hak jaminan sosial dan pengakuan terhadap PRT.