“Anak muda saat ini terjebak dalam gaya hidup YOLO, di mana mereka merasa harus menikmati hidup secara maksimal tanpa memikirkan risiko jangka panjang,” ujar Kiki di Gedung BPS, Jakarta Pusat. Ia menambahkan bahwa perasaan cemas karena ketinggalan tren menarik (FOMO) seringkali mendorong keputusan finansial yang sembrono.
Lebih lanjut, Kiki mencontohkan bagaimana gaya hidup yang berlebihan seringkali menyebabkan anak muda terpaksa mencari pinjaman online. “Kami mendapat informasi bahwa banyak anak muda yang terjerat pinjol karena merasa harus mengikuti tren sosial. Misalnya, mereka makan di kafe atau nongkrong dengan gengsi tinggi, tetapi ketika uang tidak mencukupi, mereka dengan cepat mengajukan pinjaman online yang cair dalam waktu singkat. Ini sering kali berakhir pada utang yang menggunung,” jelas Kiki.
OJK menilai permasalahan ini sebagai tantangan besar yang memerlukan perhatian serius. Kiki mengungkapkan bahwa OJK sudah mengintegrasikan data pinjol ke Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). “Kami memantau data pinjol di SLIK dan jika tidak dikelola dengan baik, hal ini dapat memengaruhi reputasi finansial mereka dalam daftar kerja atau urusan lainnya,” tegas Kiki.